Header Ads

JOKOWI MENEGASKAN PENGEBOMAN GREJA DI SAMARINDA HARUS DI HUKUM MATI !



sekrataris kabinet Pramono Anung menyampaikan bahwa Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan Polri untuk mengambil langkah tegas terkait peristiwa pelemparan bom molotov di Gereja Oikumene, Samarinda, Kalimantan Timur, Ahad lalu, 13 November 2016. Dan, harapannya, pelaku dihukum seberat-beratnya.

"Kami mendapat kabar sudah ada anak yang meninggal, Intan Marbun, 3 tahun. Mereka seharusnya tidak menanggung akibat (bom) itu karena mereka tidak tahu apa-apa, hanya bermain di depan gereja," ujar Pramono di kantor Istana Kepresidenan, Senin, 14 November 2016.

Hingga berita ini ditulis, pelaku bom di Samarinda itu diketahui bernama Joh alias Juhanda alias Muhammad Aceng. Ia bukan pemain baru, pernah terlibat teror bom di Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Tangerang pada 2011 lalu. Adapun kejadian itu membuatnya menjadi narapidana selama 3,5 tahun.

Juhanda juga bukan seorang pemain solo dalam melakukan terornya. Berdasarkan catatan kepolisian, ia merupakan anggota kelompok pelaku teror bom pimpinan Pepi Fernando. Pepi, saat ini, tengah menjalani masa hukuman penjara 18 tahun.

Pram melanjutkan, hukuman berat untuk Juhanda diperlukan agar ia tidak mengulangi lagi aksi teror. Nyatanya, kata dia, masa hukuman 3,5 tahun tak membuatnya jera ataupun merasa bersalah. Ia bahkan diduga melemparkan bom molotov di Samarinda.

"Kenyataan dia beraksi lagi, itu harus disikapi dengan langkah tegas. Kalau melihat modus operandinya yang secara terbuka agar orang bisa melihat, itu menandakan yang bersangkutan melakukan aksinya dengan penuh kesadaran," ujar Pramono.


Apakah program deradikalisasi juga perlu dilakukan untuk menangani Juhanda? Pramono mengatakan kenyataannya program deradikalisasi belum sepenuhnya berhasil. Namun, bukan berarti program tersebut perlu dikesampingkan. "Deradikalisasi tetap harus dilakukan," kata dia.

Tidak ada komentar