General Motor Tidak Mampu Bersaing Di Indonesia
Jauh sebelum Jepang menguasai 97 persen penjualan mobil di Indonesia, merek yang menggerakkan roda industri otomotif di dalam negeri berasal dari Amerika Serikat (AS) sejak 100 tahun lalu. Namun tak ada yang abadi dalam evolusi, bahkan tanpa meteor dinosaurus saja bisa punah karena sakit-sakitan.
General Motors (GM) merupakan merek asal AS yang memulai untuk pertama kalinya industri otomotif di Indonesia. Menurut resensi Sejarah Mobil dan Kisah Kehadiran Mobil di Negeri, GM pernah mendirikan pabrik di Tanjung Priok, Jakarta pada 1920.
GM sempat menjual berbagai merek di dalam negeri, sebut saja Pontiac, Cadillac, dan Buick, Opel, sampai akhirnya terakhir cuma Chevrolet.
Perjalanan karier GM di Indonesia terbilang cukup sukses terutama saat mobil-mobil AS banyak mengisi jalan-jalan di Indonesia dari 1920 hingga 1960-an. Pada 1970-an mobil-mobil Jepang mulai mendominasi dan perlahan "american style" tersingkirkan.
GM sempat timbul-tenggelam di dalam negeri. Pada 1942 bisnis sempat ditutup karena masa pendudukan Jepang setelah memulai Perang Pasifik dengan AS.
GM kembali masuk Indonesia pada 1993 sebagai produsen yang memegang kendali merek Chevrolet kemudian mendirikan perusahaan baru bernama GM Indonesia lantas mendirikan pabrik pada 1995.
Perusahaan sempat bersinar hingga akhirnya pabrik tersebut mati suri pada 2005 kemudian kembali dibuka pada 2013. GM lantas fokus memproduksi Spin, low MPV pesaing Avanza, namun pabrik itu hanya bertahan sampai Juni 2015 sebelum diputuskan bubar jalan.
Empat tahun berselang, tepatnya pada 28 Oktober 2019, GM mengumumkan keputusan mengejutkan yaitu mengubah strategi bisnis per 1 April 2020 dengan tidak lagi menjual mobil baru. Perusahaan mundur dari persaingan industri otomotif namun tetap melanjutkan bisnis perawatan kendaraan dan suku cadang kepada konsumen-konsumen mereka.
Penyebab GM Berhenti Jualan
Melalui pengumuman resmi perubahan bisnis yang dirilis Oktober 2019, Presiden Direktur GM Asia Tenggara Hector Villarreal mengatakan, keputusan tersebut diambil atas kajian matang dengan mempertimbangkan kondisi serta rencana untuk masa depan.
"Di Indonesia, kami tidak memiliki skala dan jejak manufaktur domestik untuk bersaing secara berkelanjutan dalam volume segmen pasar. Faktor ini juga membuat operasi kami terdampak faktor yang lebih luas di Indonesia, seperti pelemahan harga komoditas dan tekanan mata uang asing," kata Villarreal.
Representatif GM Indonesia, Yuniadi Haksono Hartono, membenarkan hal tersebut. Yuniadi mengatakan perusahaan telah memantau catatan penjualan beberapa tahun terakhir. Hasilnya angka ideal mempertahankan bisnis selalu tidak tercapai.
Mengutip data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), penjualan GM di Tanah Air terekam terus menurun setiap tahun. Dalam periode satu dekade terakhir, GM sempat mengalami masa emas pada 2013 dengan catatan penjualan mencapai 14.971 unit karena Spin.
Setelah 2013, penjualan GM turun drastis menjadi 10.706 pada 2014, kemudian semakin parah yaitu menjadi 4.881 unit pada 2015.
Pada 2016 denyut GM seperti melemah sebab hanya mampu menjual 2.013 unit. Penjualan sempat naik pada 2017 sebesar 3.679 unit tapi turun kembali pada 2018 menjadi 2.444 unit, dan pada 2019 berhenti pada angka 1.836 unit.
Pada akhir masa penjualannya GM hanya menawarkan empat model yaitu Trailblazer, Colorado, Spark, dan Trax. Sejauh ini GM juga hanya memiliki 26 dealer yang tersebar dari Sumatera Utara sampai Lombok.
"Pada akhirnya, satu, kita skala atau volume tidak terlalu besar sehingga kalau investasi mobil baru ya tidak mudah. Jadi bagaimana juga bikin model baru pasti yang diperlukan volume yang cukup sehingga cost visible untuk bisa diterima di pasar sehingga perusahaan bisa survive," kata Yuniadi.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi pernah mengatakan gejala GM bakal mundur dari kompetisi otomotif Tanah Air sudah terlihat sejak 2015 saat pabrik di Bekasi sepenuhnya sudah ditutup. GM telah mengubah strategi bisnis dari pemanufaktur mobil menjadi importir.
Setelah itu Nangoi melihat penjualan Chevrolet di Indonesia tidak juga berbuah positif. Penjualan malah tergerus kompetitor, terutama pemain Jepang yang terlihat agresif lantas disusul merek China yang berani menanamkan investasi besar.
"Kami melihat dulu memproduksi di Indonesia tapi akhirnya impor, itu sudah terlihat. Terus penjualan juga volumenya mengecil. Karena kalau penjualan makin kecil ya makin berat. Itu makin sulit buat produsen beroperasi," kata Nangoi.
Post a Comment